Jumat, 20 Mei 2011

Paradoks Hari Kebangkitan Nasional Kita

Oleh:Arip Hidayat

20 Mei,sebuah momentum penting yang amat sangat bermakna bagi bangsa indonesia,hari sakral yang selalu diperingati dan tidak pernah luput dari perhatian masyarakat bangsa ini setiap tahunnya,sebagai hari kebangkitan nasional dalam melawan penjajah kolonial masa silam.
Budi Utomo (BU) yang secara historis berdiri pada tangal 20 Mei 1908 yang dijadikan tonggak sejarah pergerakan nasional bangsa ini selama bertahun-tahun kini harus disikapi secara kritis keberadaanya,hal ini disebabkan hadirnya segolongan cendikiawan bangsa ini yang kini mulai bersuara dan buka mulut untuk mengungkap fakta dan realitas kebenaran yang berpuluh-puluh tahun zaman orde baru terkunci rapat keberadaannya.

R.A Kartini dan Gerakan Emansipasi Wanita Meluruskan wacana sejarah yang telah banyak disalahgunakan

Oleh  : Arip Hidayat
                                               
Hari nasional tanggal 21 April adalah momentum penting yang menjadi acuan atas bangkitnya ketidakberdayaan kaum hawa dari kungkungan budaya feodalistik jawa yang menyebabkan hilangnya hak-hak mereka sebagai manusia ciptaan Tuhan. Kebangkitan ini dimotori oleh R.A Kartini seorang bangsawan jawa yang lahir pada tanggal 21 April 1879 disebuah kota kecil Jepara Jawa Tengah. Akan tetapi, terlepas dari pada itu, banyak kalangan salah menilai akan substansi ajaran-ajaran dari gerakan yang beliau motori, sungguh ironis sekali ajaran yang telah beliau tanamkan kepada puteri-puteri Indonesia tentang kebangkitan kaum hawa telah disalahpahami oleh sebagian generasi kaum hawa negeri ini yang seharusnya melanjutkan tongkat estafet beliau sebagai penggerak kaum hawa di bumi nusantara.
Munculnya gerakan Emansipasi wanita,

Selasa, 17 Mei 2011

Ivan Illich dan wacana”Deschooling Society-nya”yang inspiratif



Oleh:Arip Hidayat[i]


Deschooling Society,atau yang kita kenal dengan istilah masyarakat tanpa sekolah,merupakan wacana kontroversial yang muncul ditengah hiruk pikuk bobroknya sistem pendidikan  abad dua puluh,ia hadir laksana oase ditengah teriknya padang pasir,salah satu gerakan radikal

Mahasiswa”Mabni’ “ Vs Mahasiswa “Mu’rab” Refleksi atas Fenomena Rekrutmen Sel Radikalisme yang Membanjiri Dunia Kampus Kita


Oleh:Arip Hidayat[i]

Masih melekat apa yang ada di ingatan kita, kasus menghilangnya Dua belas orang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang(UMM), yang akhir-akhir ini banyak menghiasi belantara media masa kita, baik cetak maupun elektronik, adalah 

Mahasiswa dan budaya Pragmatisme


Oleh:Arip Hidayat[i]

.
Mahasiswa,sebuah terminologi khusus bagi para pelajar yang tengah duduk dijenjang perguruan tinggi,gelar tanpa pangkat ini secara otomatis membedakan status sang “Maha”( baca; mahasiswa ) dengan para pelajar lain yang notabenya masih dibawah jenjang perguruan tinggi.tapi sayang,dalam konteks kekinian gelar kehormatan