Jumat, 20 Mei 2011

Paradoks Hari Kebangkitan Nasional Kita

Oleh:Arip Hidayat

20 Mei,sebuah momentum penting yang amat sangat bermakna bagi bangsa indonesia,hari sakral yang selalu diperingati dan tidak pernah luput dari perhatian masyarakat bangsa ini setiap tahunnya,sebagai hari kebangkitan nasional dalam melawan penjajah kolonial masa silam.
Budi Utomo (BU) yang secara historis berdiri pada tangal 20 Mei 1908 yang dijadikan tonggak sejarah pergerakan nasional bangsa ini selama bertahun-tahun kini harus disikapi secara kritis keberadaanya,hal ini disebabkan hadirnya segolongan cendikiawan bangsa ini yang kini mulai bersuara dan buka mulut untuk mengungkap fakta dan realitas kebenaran yang berpuluh-puluh tahun zaman orde baru terkunci rapat keberadaannya.
Irfan S.Awwas,seorang penulis buku”Jejak jihad SM.Kartosuwiryo” mengkritik habis keberadaan budi utomo yang selama ini dianggap sebagai Hari kebangkitan nasional yang tak luput dari perayaan dan pensakralan oleh bangsa ini selama berpuluh-puluh tahun.dia menilai bahwa elite negara bangsa ini telah memanifulasi sejarah bangsanya sendiri,sebuah distorsi sejarah yang berusaha mengkaburkan realitas kebenaran yang telah berlangsung dari generasi ke generasi bangsa ini.
Kritikannya terhadap keberadaan budi utomo bukanlah sebuah retorika kosong dan verbalitas belaka,akan tetapi sebuah kritik yang terbangun atas dasar argumentatif kuat yang bisa membuat kita berfikir ulang tentang tonggak sejarah hari kebangkitan nasional bangsa kita yang sudah diakui keberadaannya selama ini.
Dia menegaskan,partai politik pertama yang menggagas kebangkitan nasional bangsa ini adalah Syarikat islam (SI) yang pada pertama kali bernama Syarikat dagang islam (SDI) lahir pada tahun 1905.dia menambahkan,terdapat beberapa hal perbedaan yang amat mencolok antara budi utomo dan syarikat islam selain dari perbedaan tahun kelahirannya itu sendiri yang menjadikan syarikat islam sebagai partai politik tertua.
Pertama,dia menilai BU bukanlah partai rakyat yang menentang penjajah belanda,tetapi merupakan golongan priyayi yang menjadi antek dan anak emas yang justru bekerja sama dengan pemerintah kolonial belanda.Kedua,anggota BU tidak ada yang masuk penjara,dibuang ke Digul ( Irian Jaya ),atau yang ditembak mati oleh belanda.tetapi tokoh-tokoh SI berdesak-desak masuk penjara yang sempit,ditembak mati,atau dibuang ke Digul.ketiga,BU tidaklah bersifat Nasional,tetapi regional yang anggotanya hanya terbatas pada suku atau bangsa tertentu saja ( Jawa dan Madura ) dan dari pada itu tidak boleh menjadi anggotanya.sedangkan tokoh-tokoh SI mencakup seluruh bangsa indonesia,Jawa,Sumatera,Sulawesi,Maluku,dan Kalimantan., bersifat nasional.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar